Search

Proyeksi Pasar Energi-Minyak Global, Pasca Israel-Palestina 2023

Proyeksi Pasar Energi-Minyak

Proyeksi Pasar Energi-Minyak Global pasca Perang Israel-Palestina yang meletus pada 7 Oktober 2023 telah menarik perhatian dunia. Insinden besar ini memunculkan berbagai pertanyaan tentang dampaknya pada harga minyak mentah global. Konflik yang berkecamuk di Timur Tengah ini, menimbukan pertanyaan apakah akan mempengaruhi pasokan dan harga minyak di pasar global. Bank Dunia telah merilis laporan Commodity Markets Outlook edisi Oktober 2023, yang memberikan gambaran mengenai proyeksi harga minyak dan faktor-faktor yang mungkin memengaruhinya.

Proyeksi Pasar Energi-Minyak
sumber gambar: bloomberg.com

Menurut Bank Dunia memperkirakan (Perang Israel-Palestina adalah konflik signifikan di Timur Tengah) dampaknya pada harga minyak mentah global akan terbatas. Alasannya adalah bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam konflik ini, yaitu Israel dan Gaza, bukan produsen minyak besar. Sebagian besar pasokan minyak mentah global berasal dari negara-negara produsen minyak besar seperti Arab Saudi, Rusia, dan Amerika Serikat. Oleh karena itu, jika konflik ini tidak mengalami eskalasi yang signifikan. Sehinhgga dampaknya pada pasokan dan harga minyak mentah global cenderung terbatas.

Bank Dunia memproyeksikan bahwa rata-rata harga minyak mentah Brent akan mencapai sekitar US$84 per barel pada tahun 2023. Harga ini turun dari rata-rata US$100 per barel pada tahun 2022. Harga minyak global terprediksi akan cenderung menurun dalam dua tahun ke depan. Hal tersebut terutama karena melemahnya pertumbuhan ekonomi global dan peningkatan pasokan minyak. Namun, pada tahun 2025, harga minyak menurut perkiraan akan kembali stabil seiring dengan pulihnya permintaan dan pasokan.

Meskipun Bank Dunia menyatakan bahwa perang Israel-Palestina tidak akan signifikan memengaruhi harga minyak, mereka juga mencatat adanya faktor risiko yang dapat mempengaruhi harga minyak. Salah satu faktor tersebut adalah perluasan konflik Israel-Palestina ke wilayah yang lebih luas. Meskipun Israel dan Gaza bukan produsen energi utama, eskalasi konflik dan penyebarannya ke wilayah yang lebih luas dapat menyebabkan peningkatan harga minyak dan komoditas lainnya.

Riwayat Israel-Palestina

Bank Dunia memberikan contoh dari sejarah saat perang Israel-Palestina sebelumnya, yaitu Perang Yom Kippur pada tahun 1973. Pada periode tersebut, Israel berperang melawan negara-negara Arab yang mengkomandoinya yakni Mesir dan Suriah. Dalam perang tersebut, negara-negara Arab melakukan embargo perdagangan minyak dengan negara-negara yang mendukung Israel.

“Embargo minyak Arab (dalam Perang Yom Kippur) terjadi pada Oktober 1973 sampai Maret 1974, mengakibatkan penghapusan pasokan sekitar 4,3 juta barel minyak per hari dari pasar, setara dengan 7,5% dari pasokan minyak global,” kata Bank Dunia.

Selama embargo tersebut, Organisasi Negara Eksportir Minyak (OPEC) Proyeksi Pasar Energi-Minyak Global menjadi naik hingga harga minyak dari US$2,7 per barel pada September 1973 menjadi US$13 per barel pada Januari 1974. Meskipun embargo berlangsung hanya selama lima bulan, harga minyak riil tetap tinggi dan tidak pernah kembali ke level sebelum embargo. Guncangan harga minyak saat itu berdampak parah, menyebabkan lonjakan inflasi global dan memainkan peran utama dalam memicu resesi global pada tahun 1975.

Baca juga Wacana De-Dolarisasi di ASEAN

Dampak Sejarah Perang Israel-Palestina Terhadap Harga Minyak

Sejarah telah menunjukkan bahwa perang Israel-Palestina sebelumnya telah memiliki dampak signifikan pada proyeksi pasar Energi-Minyak Global pada harga minyak dunia. Perang Yom Kippur tahun 1973, yang melibatkan Israel dan negara-negara Arab yang oleh Mesir dan Suriah, menjadi salah satu contoh terkemuka.

Pada periode tersebut, negara-negara Arab yang mendukung perang melakukan embargo perdagangan minyak terhadap negara-negara yang mendukung Israel. Hal ini mengakibatkan penghapusan pasokan minyak sekitar 4,3 juta barel per hari dari pasar minyak global. Pasokan minyak yang signifikan ini merupakan sekitar 7,5% dari pasokan global.

Dalam respons terhadap embargo ini, Organisasi Negara Eksportir Minyak (OPEC) menaikkan harga minyak mentah secara drastis. Harga minyak naik dari sekitar US$2,7 per barel pada bulan September 1973 menjadi US$13 per barel pada Januari 1974. Meskipun embargo minyak tersebut berlangsung hanya selama lima bulan, harga minyak tetap tinggi dan tidak pernah kembali ke level sebelum embargo.

Dampak dari lonjakan harga minyak ini sangat signifikan. Lonjakan inflasi global terjadi sebagai akibat dari kenaikan harga minyak, dan ini memainkan peran utama dalam memicu resesi global pada tahun 1975. Peristiwa ini menjadi salah satu contoh terbaik bagaimana perang Israel-Palestina dapat mempengaruhi pasar minyak dan ekonomi global.

Proyeksi Harga Minyak dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya

Bank Dunia telah menyajikan proyeksi harga minyak mentah Brent dalam laporan Commodity Markets Outlook edisi Oktober 2023. Proyeksi ini mencerminkan perkiraan mereka tentang pergerakan harga minyak dalam beberapa tahun ke depan.

Menurut Bank Dunia, rata-rata harga minyak mentah Brent diproyeksikan akan mencapai sekitar US$84 per barel pada tahun 2023. Ini merupakan penurunan dari rata-rata harga sekitar US$100 per barel pada tahun 2022. Penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk melemahnya pertumbuhan ekonomi global dan peningkatan pasokan minyak.

Bank Dunia juga memproyeksikan bahwa harga minyak global akan cenderung menurun dalam dua tahun ke depan, khususnya pada tahun 2024. Penurunan ini akan terjadi seiring dengan peningkatan pasokan minyak dan melemahnya pertumbuhan ekonomi global. Namun, pada tahun 2025, harga minyak diperkirakan akan kembali stabil seiring dengan pulihnya permintaan dan pasokan.

Meskipun Bank Dunia merinci proyeksi harga minyak ini, mereka juga menyoroti adanya faktor-faktor risiko yang dapat memengaruhi harga minyak. Salah satu faktor risiko yang mereka sebutkan adalah perluasan konflik Israel-Palestina. Meskipun kedua belah pihak bukan produsen minyak utama, eskalasi konflik dan penyebarannya ke wilayah yang lebih luas dapat menyebabkan peningkatan harga minyak dan komoditas lainnya.

Dampak Geopolitik dan Upaya De-Eskalasi

Perang Israel-Palestina adalah konflik yang penuh dengan dinamika geopolitik yang rumit. Upaya untuk mencegah eskalasi konflik ini menjadi penting tidak hanya untuk perdamaian di Timur Tengah, tetapi juga untuk stabilitas pasar minyak global.

Sejarah telah mengajarkan kita bahwa perang Israel-Palestina sebelumnya telah memiliki dampak yang signifikan pada harga minyak dan ekonomi global. Contoh nyata adalah embargo minyak Arab selama Perang Yom Kippur tahun 1973, yang mengakibatkan kenaikan harga minyak yang signifikan dan berdampak parah pada ekonomi dunia.

Oleh karena itu, langkah-langkah untuk mencegah eskalasi konflik Israel-Palestina dan mempromosikan perdamaian menjadi sangat penting. Upaya diplomasi dan mediasi internasional harus ditingkatkan untuk menghindari penyebaran konflik ke wilayah yang lebih luas.

Selain itu, negara-negara produsen minyak dan pemangku kepentingan ekonomi global harus bekerja sama dalam upaya memitigasi dampak potensial dari konflik ini terhadap harga minyak dan pasar komoditas global. Kerja sama internasional dalam hal ini akan menjadi kunci untuk menjaga stabilitas pasar minyak dan ekonomi global.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Artikel Oleh Penulis